Kebijakan stablecoin yang baru diluncurkan di Hong Kong baru-baru ini memicu perdebatan hangat di industri. Kebijakan ini tampaknya bertujuan untuk mengatur pasar, tetapi sebenarnya dapat menghambat perkembangan dan penerapan stablecoin.
Pertama, kebijakan baru mengharuskan pengguna untuk melakukan KYC yang terdaftar, dan menyimpan informasi tersebut hingga lebih dari 5 tahun. Yang lebih membingungkan, kebijakan ini juga melarang stablecoin memasuki ekosistem DeFi dan berinteraksi dengan dompet anonim. Aturan ketat seperti ini membuat kita bertanya-tanya, apa perbedaan mendasar antara stablecoin ini dan mata uang digital fiat tradisional? Seperti yang kita ketahui, stablecoin dolar seperti USDT dan USDC sangat populer, sebagian besar berkat penggunaannya yang luas di bidang DeFi. Jika fungsi nilai tambah DeFi dihilangkan, apa motivasi pengguna untuk memegang stablecoin dalam dolar Hong Kong?
Kedua, kebijakan mengharuskan lembaga yang menerbitkan atau menyediakan stablecoin yang terikat pada mata uang fiat untuk pasar ritel Hong Kong harus memiliki lisensi. Pengajuan tahap pertama akan ditutup pada 30 September, dan lisensi pertama diharapkan akan diberikan pada awal 2026. Ini berarti bahwa stablecoin internasional yang terkenal seperti USDT dan USDC, jika ingin beroperasi di Hong Kong, tidak hanya perlu mengajukan lisensi, tetapi juga harus mematuhi sistem cadangan 1:1 dan menerima pemisahan kustodian. Namun, dengan mengambil contoh Tether, cadangan mereka yang mencapai ribuan miliar dolar sebagian besar terdiri dari obligasi pemerintah, sangat sulit membayangkan mereka akan menyerahkan aset sebesar itu untuk dikelola oleh pihak lain.
Dalam jangka panjang, jika Hong Kong benar-benar ingin berperan di bidang mata uang digital, seharusnya mengambil sikap yang lebih inklusif dan terbuka. Mengatur industri blockchain yang baru muncul dengan pemikiran keuangan tradisional, mungkin akan sulit untuk memicu inovasi yang nyata. Oleh karena itu, kebijakan stablecoin ini mungkin memiliki dampak yang sangat kecil pada seluruh industri kripto, bahkan dapat menghasilkan efek negatif.
Hong Kong, sebagai pusat keuangan internasional, seharusnya berperan sebagai pemimpin di bidang aset digital. Namun, kebijakan stablecoin kali ini tampaknya menyimpang dari inti filosofi teknologi blockchain—decentralization dan inklusi keuangan. Di masa depan, bagaimana mencapai keseimbangan antara regulasi dan inovasi akan menjadi tantangan besar dalam pengembangan keuangan digital Hong Kong.
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
12 Suka
Hadiah
12
5
Bagikan
Komentar
0/400
SlowLearnerWang
· 6jam yang lalu
Sekali lagi, regulasi yang berantakan, ingin mengatur segalanya.
Lihat AsliBalas0
DYORMaster
· 6jam yang lalu
Lagi seorang regulator suckers yang tidak tahu apa itu Keuangan Desentralisasi
Lihat AsliBalas0
AirdropCollector
· 6jam yang lalu
Apa gunanya mengubah kebijakan, toh tetap menggunakan u sebagai dasar.
Lihat AsliBalas0
LiquidatedNotStirred
· 6jam yang lalu
Ah, KYC memang merepotkan. Main desentralisasi tapi masih ada urusan ini.
Kebijakan stablecoin yang baru diluncurkan di Hong Kong baru-baru ini memicu perdebatan hangat di industri. Kebijakan ini tampaknya bertujuan untuk mengatur pasar, tetapi sebenarnya dapat menghambat perkembangan dan penerapan stablecoin.
Pertama, kebijakan baru mengharuskan pengguna untuk melakukan KYC yang terdaftar, dan menyimpan informasi tersebut hingga lebih dari 5 tahun. Yang lebih membingungkan, kebijakan ini juga melarang stablecoin memasuki ekosistem DeFi dan berinteraksi dengan dompet anonim. Aturan ketat seperti ini membuat kita bertanya-tanya, apa perbedaan mendasar antara stablecoin ini dan mata uang digital fiat tradisional? Seperti yang kita ketahui, stablecoin dolar seperti USDT dan USDC sangat populer, sebagian besar berkat penggunaannya yang luas di bidang DeFi. Jika fungsi nilai tambah DeFi dihilangkan, apa motivasi pengguna untuk memegang stablecoin dalam dolar Hong Kong?
Kedua, kebijakan mengharuskan lembaga yang menerbitkan atau menyediakan stablecoin yang terikat pada mata uang fiat untuk pasar ritel Hong Kong harus memiliki lisensi. Pengajuan tahap pertama akan ditutup pada 30 September, dan lisensi pertama diharapkan akan diberikan pada awal 2026. Ini berarti bahwa stablecoin internasional yang terkenal seperti USDT dan USDC, jika ingin beroperasi di Hong Kong, tidak hanya perlu mengajukan lisensi, tetapi juga harus mematuhi sistem cadangan 1:1 dan menerima pemisahan kustodian. Namun, dengan mengambil contoh Tether, cadangan mereka yang mencapai ribuan miliar dolar sebagian besar terdiri dari obligasi pemerintah, sangat sulit membayangkan mereka akan menyerahkan aset sebesar itu untuk dikelola oleh pihak lain.
Dalam jangka panjang, jika Hong Kong benar-benar ingin berperan di bidang mata uang digital, seharusnya mengambil sikap yang lebih inklusif dan terbuka. Mengatur industri blockchain yang baru muncul dengan pemikiran keuangan tradisional, mungkin akan sulit untuk memicu inovasi yang nyata. Oleh karena itu, kebijakan stablecoin ini mungkin memiliki dampak yang sangat kecil pada seluruh industri kripto, bahkan dapat menghasilkan efek negatif.
Hong Kong, sebagai pusat keuangan internasional, seharusnya berperan sebagai pemimpin di bidang aset digital. Namun, kebijakan stablecoin kali ini tampaknya menyimpang dari inti filosofi teknologi blockchain—decentralization dan inklusi keuangan. Di masa depan, bagaimana mencapai keseimbangan antara regulasi dan inovasi akan menjadi tantangan besar dalam pengembangan keuangan digital Hong Kong.